Senin, 07 September 2009

PUASA DALAM ARTI MENOLAK MUSUH ALLAH

PUASA DALAM ARTI MENOLAK MUSUH ALLAH

Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah SAW bersabda: الصَوْمُ جُنَّةً (puasa adalah benteng). Artinya, ibadah puasa menjadi ‘penjaga’ dari keburukan-keburukan yang datang, baik dari berbuat maksiat dan dosa, dari perilaku yang buruk dan akhlak yang tidak terpuji, juga dari murka Allah dan neraka.

Diriwayatkan dari Jabir, dari Anas RA, dari Rasulullah SAW, Nabi SAW bersabda:

خَمْسَةُ أَشْيَاءَ تُحِيْطُ الصَّوْمَ . أَىْ تُبْطِلُ ثَوَابَهُ . اَلْكَذِبُ وَالْغِيْبَةُ وَالنَّمِيْمَةُ وَالْيَمِيْنُ الْغَمُوْسُ وَالنَّظْرُ بِشَهْوَةٍ
“Lima perkara yang membatalkan puasa: bohong, mengumpat/ghibah (membicarakan kejelekan orang lain), memfitnah (adu-domba), sumpah bohong dan melihat dengan syahwat”.

Di dalam riwayat yang lain Rasulullah SAW juga bersabda:

اَلنَّظْرُ سَهْمٌ مَسْمُوْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيْسَ لَعْنَةُ اللهِ. فَمَنْ تَرَكَهَا خَوْفًا مِنَ اللهِ آتَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِيْمَانًا يَجِدُ حَلاَوَتَهُ فِي قَلْبِهِ . (صححا إسناده عن خذيفة)
“Melihat adalah panah beracun dari panah iblis, mudah-mudahan Allah melaknatnya. Maka barang siapa meninggalkannya karena takut kepada Allah, Allah Azza Wa Jalla, akan mendatangkan keimanan kepadanya yang hatinya akan merasakan manisnya” (Sanadnya shahih dari Khudhaifah)

Orang berpuasa secara otomatis pasti menjaga dirinya dari berbuat jelek. Seperti berkata bohong, mengumpat, memfitnah, sumpah palsu dan melihat dengan pandangan syahwat. Hal-hal yang tidak terpuji tersebut, dijaganya selama dua puluh empat jam dalam sehari dan didawamkan selama satu bulan penuh. Dasarnya bukan karena takut kepada manusia, melainkan hanya takut kepada Allah. Takwallah yang tidak hanya diucapkan di lisan saja, tapi juga dilaksanakan dan dirasakan di dalam hati. Bahkan tidak hanya itu, waktu-waktu luang yang sudah dikosongkan dari kejelekan tersebut menjadi kesempatan baik untuk diisi dengan amal ketaatan dan kebajikan, baik secara vertikal maupun horizontal. Adakah sarana latihan hidup yang lebih baik lagi dari itu?

Itulah hakekat mujahadah dan riyadlah di jalan Allah. Masa-masa latihan yang diadakan Allah untuk orang-orang yang percaya (beriman). Dengan latihan itu supaya mereka menjadi orang yang bertakwa. Allah telah menegaskan dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS. al-Baqoroh; 2/183)

Bahkan di bulan suci Ramadhan itu Allah sedang membentangkan fasilitas di relung dada orang-orang beriman dengan pancaran Nur Hidayah sehingga isi dada mereka terasa lapang. Itulah “inayah azaliah”, dari dalam, terbit semangat kuat untuk beribadah dan dari luar, rute-rute ibadah dimudahkan dan langkah-langkah penghambaan diteguhkan.

Dengan inayah tersebut yang hakekatnya adalah “tarbiyah azaliah”, seorang hamba diharapkan mampu mengembarakan ruhaniah untuk terbang tinggi ke haribaan Allah. Bermi’raj menuju wushul kepada-Nya. Dengan Inayah itu, seorang hamba dapat mencintai dan dicintai-Nya, meridlai dan diridlai-Nya. Allah telah menyatakan hal tersebut dengan firman-Nya:

إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِينَ
”Sesungguhnya Waliku adalah Allah yang telah menurunkan kitab, dan Dia mentarbiyah orang-orang yang shaleh”. (QS. 7; 196)

Itulah rahmat utama yang dikhususkan bagi hamba-hamba beriman. Kalau sekiranya tidak ada rahmat utama itu, tidak ada tarbiyah dari Allah, tidak ada bulan suci Ramadhan, tidak ada puasa dan tarawih, tadarus serta shadaqah, maka barangkali tidak ada lagi manusia yang selamat dalam menjalani tantangan kehidupan di dunia ini. Terlebih di dalam era bumi tua seperti sekarang ini.

Seandainya tidak ada bulan suci Ramadhan, barangkali semua manusia akan celaka, baik di dalam kehidupan dunia maupun kehidupan akherat, karena mereka tidak akan mampu lagi mengendalikan hawa nafsu dan menolak setan. Allah telah berfirman:

وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan kalau sekiranya tidak karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentunya kamu mengikuti setan kecuali sebagian kecil saja (diantara kamu)” (QS. an-Nisa’; 4/83)

Ibadah puasa juga berarti menolak setan jin, sebab musuh utama manusia setelah hawa nafsu adalah setan Jin. Setan Jin mempergunakan jalan nafsu syahwat untuk memperdaya dan menguasai manusia. Padahal kuatnya nafsu syahwat itu dengan banyak makan dan minum, maka dengan puasa berarti orang beriman menyempitkan jalan masuk setan ke dalam tubuhnya. Rasulullah SAW telah menyatakan yang demikian itu dengan sabdanya:

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَجْرِى مِنِ ابْنِ آَدَمَ مَجْرَى الدَّمِ فَضَيِّقُوْا مَجَارِيَهُ بِالْجُوْعِ .
“Sesungguhnya setan masuk ke dalam anak Adam melalui aliran jalan darah. Maka sempitkanlah jalan alirannya dengan lapar (puasa)”

Allah juga telah memberi peringatan akan hal itu dengan firman-Nya:

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ(فاطر:35/6)
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”. QS. Fathir; 35/6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar